PURWOKERTO, hestek.id – Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Banyumas mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi untuk bisa membebaskan anggotanya yang dikasus hukumkan karena menolak penguburan jenasah Covid hampir satu tahun lalu.
“Kami mencoba mengetuk hati Joko Widodo untuk memberikan ampunan dan kebebasan kepada rekan kita, Slamet Perangkat Desa Glempang Kecamatan Pekuncen, Banyumas,” kata Ketua PPDI Banyumas, Slamet Mubarok, Kamis (18/03/2021).
Menurutnya, penolakan itu dilatarbelakangi keterbatasan pemahaman terhadap penanganan jenazah Covid-19 yang menjadi korban pertama di Kabupaten Banyumas pada April 2020.
Slamet, kata Mubarok, juga menjadi Ketua Gugus Percepatan Penanganan Covid-19 di desa. Sehingga ia merasa memiliki tanggung jawab besar kepada masyarakat yang takut wilayahnya akan menjadi tempat penguburan jenasah pertama Covid-19.
“Ia terancam di penjara, padahal apa yang dilakukan semata-mata adalah sebuah upaya menyelamatkan warganya agar tidak tertular Covid-19,” katanya.
PPDI mengawal kasus ini sejak tahun 2020 lalu. Selain Slamet, ada tiga orang warga yang turut terseret dalam kejadian aksi warga menolak penguburan jenasah Covid-19.
“Satu orang warga Patikraja, telah menjalani hukuman dan bebas. Sementara hingga kini yang kasusnya masih berjalan ada tiga orang yaitu salah satunya adalah Pak Slamet, perangkat desa Glempang ini,” katanya.
Slamet dan perangkat desa lainnya sampai saat ini menjalani tahanan rumah, sejak 13 Mei 2020. Saat ini proses kasasi di Mahkamah Agung (MA) tengah dilakukan. Berkas kasasi sudah diterima pada 22 januari 2021.
Sementara itu, Slamet menyampaikan penyesalannya dan meminta maaf kepada semua pihak atas insiden tersebut. Menurutnya, apa yang dilakukan tanpa niatan untuk membuat masalah.
Atas permasalahan hukum ini, ia dan keluarga juga merasa tersiksa dengan beban moral selama hampir satu tahun berlalu.
“Saya sudah meminta maaf kepada forkompimda dan sopir yang membawa ambulans. Kami bersedia minta maaf kepada siapa saja yang harus dimintai maaf. Untuk itu kami mohon agar dibebaskan hukuman saya,” katanya.
Seperti diketahui, pada 1 April 2020 lalu, pasien terkonfirmasi positif Covid-19 ber-KTP Purwokerto Utara meninggal dunia, dan mendapatkan penolakan pemakaman dari warga.
Tidak hanya sekali, penolakan sempat terjadi beberapa kali. Jenasah yang awalnya hendak dimakamkan di Purwokerto Utara ditolak warga. Penolakan berlanjut di Purwokerto Selatan.
Begitu juga saat jenasah hendak dimakamkan di Desa Kedungwringin Kecamatan Patikraja. Sehingga jenazah dibawa ke Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen untuk dimakamkan.
Namun setelah dimakamkan, ternyata di Desa Tumiyang juga mendapatkan penolakan, jenasah yang sudah terkubur akhirnya digali kembali untuk dipindahkan, dan akhirnya dimakamkan di Desa Pasiraman Lor Kecamatan Pekuncen.
Pada saat jenasah akan dimakamkan di Desa Pasiraman Lor inilah, warga Kecamatan Pekuncen melakukan blokade jalan agar ambulans yang membawa jenasah tidak melewati jalan wilayah tersebut.
Penolakan terhadap penguburan jenasah positif Covid-19 di awal pandemi terjadi karena kurang pahamnya masyarakat terhadap mekanisme pemakaman. Selain itu, warga menolak karena ketakutan dan kekhawatiran terhadap penularan Covid-19. (Anas Masruri)